Mengenai minyak makan menurut Hiromi Shinya di buku "The Miracle of Enzyme" (2005):
Saat ini, kebanyakan minyak yang pada umumnya dijual di pasaran diproduksi dengan suatu metode ekstraksi kimiawi, yaitu mereka mencampurkan suatu larutan kimia yang disebut heksana ke dalam bahan baku mentah, yang menyebabkan campuran keruh itu panas. Minyak kemudian disaring dengan cara menguapkan hanya larutan kimia yang dicampurkan dengan menggunakan tekanan dan suhu tinggi. Dengan metode ini, minyak yang terbuang lebih sedikit; dan karena minyak tersebut dipanaskan, kualitasnya lebih sulit berubah. Namun, minyak yang disaring dengan metode ini berubah menjadi asam lemak trans, atau lemak trans, yaitu suatu unsur yang sangat merusak tubuh.
Asam lemak trans tidak terdapat di alam dan dikabarkan dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh, pada saat yagn sama menurunkan kolesterol baik. Asam lemak trans juga menyebabkan kanker, hipertensi, dan penyakit jantung, selain masalah-masalah kesehatan lain. Di negara-negara barat, ditentukan suatu titik maksimum bagi kadar asam lemak trans yang boleh terdapat dalam makanan, dan semua yang melebihi titi tersebut dilarang untuk dijual. Pada akhir 2006, Dewan Kesehatan Kota New York memutuskan untuk melarang lemak trans di seluruh restoran di kota itu sejak Juli 2008.
Makanan yang mengandung paling banyak asam lemak trans adalah margarin. Banyak orang yang percaya bahwa minyak yang diekstrak dari sayuran, seperti margarin, tidak mengandung kolesterol, dan lebih baik bagi tubuh daripada lemak hewani seperti mentega. itu adalah sebuah kesalahpahaman yang sangat besar.
Shortening adalah sejenis minyak lain yang mengandung jumlah asam lemak trans yang sama dengan margarin. Saya duga shortening sudah jarang digunakan untuk memasak di rumah belakangan ini, tetapi banyak shortening yang digunakan dalam produksi makanan seperti kue-kue kering dan camilan yang dijual di toko dan untuk memasak kentang goreng di restoran cepat saji. Asal lemak trans adalah alasan camilan dan makanan cepat saji begitu buruk bagi tubuh. (The Miracle of Enzym, p.120-122)
Bagaimana makanan yang digoreng memengaruhi anda, bergantung pada dari mana nenek moyang anda berasal dan berapa lama “kaum anda” telah menggunakan minyak panas untuk memasak makanan mereka. Orang-orang yang hidup di negara-negara sekitar Laut Tengah, seperti Yunani dan Italia, telah menanam dan menggunakan zaitun dan minyak zaitun selama berabad-abad, terhitung sejak hampir 6.000 tahun lalu. Sementara bangsa Jepang mulai menyantap makanan yang digoreng kira-kira 150-200 tahun lalu.
Perbedaan kebudayaan menu makan ini mungkin terpatri dalam gen-gen kita dan menentukan apakah kita memiliki sistem pencernaan yang dapat mencerna minyak. Minyak diuraikan dan dicerna dalam pankreas, terapi berdasarkan data klinis saya, tampaknya pankreas bangsa Jepang lebih lemah daripada pankreas mereka yang hidup di negara-negara yang memiliki sejarah panjang menyantap gorengan.
Ada banyak kasus orang Jeapng yang mengeluh merasa sakit di sekitar daerah epigastrik mereka (bagian atas perut), tetapi pada saat pemeriksaan endoskop dilakukan, tidak terlihat adanya penyakit mag, tukak lambung, maupun tukak usus dua belas jari. Saat test darah dilakukan pada orang-orang ini, kebanyakan hasilnya menunjukkan kadar amilase tinggi yang tidak normal dalam pankreas. Ketika mewawancarai mengenai sejarah kebiasaan makan mereka, saya sering menemukan bahwa mereka sangat suka menyantap makanan yang digoreng. Namun, tidak banyak orang barat yang mengonsumsi jumlah yang sama atau bahkan lebih banyak makanan gorengan memiliki masalah dengan pankreas mereka.
Jika menyantap dua hingga tiga kali sehari makanan yang digoreng dan mengalami rasa sakit pada bagian atas perut, ada kemungkinan anda menderita pankreatitis, dan saya akan menyarankan agar anda memeriksakan pankreas sesegera mungkin.
Oleh karena menganggap minyak sayur lebih aman, belakangan ini orang-orang menggunakannya untuk menggantikan lemak hewan. Semua orang harus ekstra hati-hati akan jumlah makanan gorengan yang mereka makan. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, terlalu sering mengonsumsi minyak sayur yang diekstrak secara buatan buruk bagi tubuh. Akan tetapi, jika merasa tidak mungkin berhenti mengonsumsi makanan gorengan, sebaiknya anda mencoba untuk setidaknya mengurangi keseringan mengonsumsinya dengan tujuan menahan diri dari mengonsumsi makanan gorengan lebih dari sekali dalam sebulan.
Saya sendiri hampir tidak pernah mengonsumsi makanan gorengan, tetapi terkadang jika melakukannya, saya menyingkirkan lapisan tepungnya dan berusaha sedapat mungkin untuk tidak menyantap bagian luarnya yang berminyak, sebaiknya, setidaknya, anda berusaha untuk mengunyah dengan baik. Mengunyah dengan baik dan mencampur makanan berminnyak dengan air lir membantu menetralisasi asam lemak trans hingga kadar tertentu. Meskipun demikian, makanan yang digoreng pada umumnya akan menguras enzim-enzim dalam tubuh anda.
Terlebih lagi, oksidasi terjadi dengan sangat cepat dalam makanan yang digoreng menggunakan minyak. Oleh karena umumnya minyak tidak baik bagi tubuh, sebaiknya anda jangan pernah menyantap makanan gorengan yang telah dibiarkan selama beberapa lama, seperti sering ditemukan di banyak restoran cepat saji. (The Miracle of Enzym, p.122-124)
Tidak perlu meminum minyak secara langsung jika menyantap makanan dalam bentuknya yang alami karena anda bisa mendapatkan asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan dari lemak yang terdapat dalam makanan. Apapun jenis minyak yang anda gunakan, dengan segera mulai akan teroksidasi begitu terkena udara. Oleh karena itu, jika memang memungkinkan, sebaiknya miyak tidak digunakan untuk memasak.
Secara umum, dikabarkan bahwa vitamin A dapat diserap lebih baik jika makanan dimasak menggunakan minyak. Oleh karena itu, biasanya dianjurkan untuk menggunakan minyak saat memasak bahan-bahan makanan yang mengandung vitamin A. Hal ini disebabkan vitamin A larut dalam lemak dan dapat bercampur dengan mudah dalam minyak.
Walaupun memang benar bahwa vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, dengan sedikit inovasi, vitamin A dapat cukup terserap tanpa harus menambahkan minyak yang diekstrak secara tidak alami karena anda hanya membutuhkan minyak dalam jumlah sangat sedikit untuk menyerap vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Dengan demikian, bahkan jika tidak menggunakan minyak dalam proses memasak, hanya dengan mengonsumsi sedikit makanan yang mengandung minyak, seperti kacang kedelai dan biji wijen, anda akan dapat cukup menyerap vitamin-vitamin itu.
Dengan kata lain, anda bisa mendapatkan cukup minyak dan lemak yang penting bagi tubuh dengan mengonsumsi makanan yang mengandung lemak dalam bentuk alami tanpa harus menambahkan minyak yang diekstrak secara tidak alami. Dengan mengatakan dalam bentuk alami, yang saya maksud adalah mengonsumsi makanan yang merupakan bahan baku pembuatan minyak, seperti biji-bijian, polong-polongan, kacang-kacangan, serta biji tanaman, dan menyantap mereka apa adanya. Tidak ada cara lain yang lebih aman dan lebih sehat untuk mengonsumsi minyak. (The Miracle of Enzym, p.126-127)
Mengenai minyak makan menurut Ellen G. White (1827–1915) di buku "Counsels on Diet and Foods":
“Grains and fruits prepared free from grease, and in as natural a condition as possible, should be the food for the tables of all who claim to be preparing for translation to heaven.” (Counsels on Diet and Foods, p.314)
Catatan:
Di Weimar Center of Health and Education, bahkan minyak nabati pun tidak digunakan, oleh karena prinsip sedapat mungkin menggunakan bahan-bahan dalam bentuk alaminya. Bahkan di daun selada terkandung minyak.
Komentar
Posting Komentar